Monday, September 15, 2008

Indonesia Menjadi 'Yachting Destination': Mimpi di Siang Bolong




Belum lama ini sekitar 103 sailing yacht perserta Sail Indonesia ditempelin stiker oleh bea cukai (baca pemerintah). Stiker itu bilang bahwa kapalnya "disegel" karena tidak bayar bea masuk atau tidak melaksanakan proses impor yang benar.

Padahal kegiatan yang mereka ikuti adalah program yang disupport oleh Departemen Pariwisata dan DKP (baca Pemerintah). Coba bayangkan, dengan tingkat kunjungan sailing yacht yang sangat kecil ke Indonesia karena ruwet dan tidak jelasnya aturan masuk, ada lebih dari seratus yacht yang berkunjung atas undangan pemerintah juga eh malah disegel. Sementara keterangan resmi dari penyelenggara sail indonesia bilang bahwa terjadi kebingungan dari kantor Bea Cukai Kupang karena mereka tidak siap dengan kedatangan dari yachts peserta sail Indonesia. Semua kapal yang datang ditempel stiker atau disegel. Namun setelah mengisi selembar kertas dan bayar $5, mereka boleh jalan.

Walaupun tidak salah, keterangan itu agak misleading. Memang Bea Cukai (pemerintah) nyegel kapal-kapal itu. Karena mereka menganggap setiap kapal yang datang adalah import barang (dalam hal ini kapal dan segala isinya). Oleh karena itu harus mengisi PIB (pemberitahuan impor barang) sebelum mereka datang dan bayar deposit sejumlah beas masuk yang harus dibayar (dalam hal ini 50% dari nilai kapal).

Kekurang akuratan kedua dari berita resmi itu adalah pelepasan kapal kata berita di koran lokal adalah setelah seorang dirjen DKP memberikan jaminan atas kapal-kapal tersebut...maksudnya? Coba lihat, yang dilakukan oleh Bea Cukai (pemerintah) sudah cukup aneh, eh ditambah solusi lebih aneh lagi. Jaminan dari Dirjen Kelautan dan Perikanan! tapi berita resmi dari pemerintah bilang bahwa ini semua kesalahan panitia acara karena tidak melakukan kesepakatan sebelumnya. Jadi mana yang harus dipercaya......yang pasti benar adalah kejadian ini menunjukkan bahwa pemerintah kita ini memang dodol!

Berita buruk itu disampaikan oleh lebih dari 300 org peserta yang tentu saja kebanyakan memiliki blog yang terus diupdate antara lain melalui sailmail dan situs-situs berita tentang layar misalnya noonsite. Ini jelasmerupakan public relation yang sangat buruk bagi Indonesia.

Padahal dalam satu seminar mengenai Wisata Bahari di Jakarta baru-baru ini, seorang Dirjen dari Departemen Pariwisata menyatakan bahwa salah satu pilar wisata bahari adalah kunjungan sailing yacht (yang ingin copy papernya silahkan request, saya akan email pdf version).

Jelas pemerintah tidak sanggup untuk menjalin komunikasi dan kerjasama antar institusinya. Sekalipun masalah yang dihadapi adalah masalah yang menjdi program inti Departemen. Kalau memang itu masalahnya jelas kita tidak bisa berharap banyak. Kalau eselon (bahkan menteri) Departemen Pariwisata tidak bisa membuat eselon satu departemen keuangan (Dirjen Bea Cukai) membantu terlaksananya program utama Departemennya, maka tidak ada orang lain yang bisa. Kecuali kalau pendekatan yang dilakukan adalah diluar jalur normal, hal yang sering dilakukan jaman ORBA. Jangan-jangan Departemen Pariwisata harus menyewa konsultan untuk melobi Direjen Bea Cukai supaya programnya untuk memberi kemudahan visiting yacht bisa terlaksana.

Karena sampai sekarang Dirjen bea cukai masih tetap keukeh mensyaratkan bahwa visting yacht dianggap sebagai impor barang sehingga harus melalui proses PIB dan membayar uang jaminan. Dengan proses tersebut jelas kita sama sekali tidak bisa berharap adanya peningkatan jumlah visisting yacht ke Indonesia.